Perintahkan Penertiban Kawasan Hutan di Indonesia, Presiden Prabowo Keluarkan Perpres 5/2025

By Icu Bransky 24 Feb 2025, 18:45:34 WIB National
Perintahkan Penertiban Kawasan Hutan di Indonesia, Presiden Prabowo Keluarkan Perpres 5/2025

Keterangan Gambar : Ilustrasi. Konflik kelompok tani dengan perusahaan sawit di desa cempaka mulia timur, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Diduga adanya dugaan penyerobotan lahan.


Jakarta - Presiden Prabowo Subianto secara resmi, menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan di Indonesia. Pemerintah juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025. 

Satgas Penertiban Kawasan Hutan berada langsung di bawah koordinasi Presiden Prabowo tersebut diberi mandat besar untuk memberantas aktivitas ilegal di kawasan hutan, meningkatkan tata kelola lahan, dan memaksimalkan penerimaan negara.

Struktur organisasi Satgas bentukan Presiden dipimpin oleh Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin dan Pelaksana yang diketuai oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung.

Baca Lainnya :

Perpres ini mulai berlaku efektif pada 21 Januari 2025 sebagai respons atas kurangnya efektivitas penerapan UU Cipta Kerja, khususnya dalam kebijakan denda administratif terhadap usaha ilegal dalam kawasan hutan.

Hingga saat ini, belum ada transparansi terkait penerimaan negara dari denda administratif atas keberadaan usaha ilegal di kawasan hutan sejak diberlakukannya UU Cipta Kerja.

Seperti diketahui pemerintah sebelumnya, telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Sebagai Pengarah, Menteri Pertahanan dibantu oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta beberapa menteri, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri Agraria. Peran utama mereka adalah memberikan arahan strategis dan mengevaluasi pelaksanaan penertiban kawasan hutan.

Pelaksana Satgas dalam Pasal 11 Ayat 2, memiliki sejumlah tanggung jawab menginventarisasi aset negara, dengan mengidentifikasi lahan yang dikuasai secara ilegal di kawasan hutan. Lalu penegakan hukum, dengan melakukan tindakan hukum terhadap pelaku pelanggaran, baik melalui jalur pidana, perdata, maupun administrasi.

Selanjutnya, pemulihan aset, mengembalikan kawasan hutan yang telah dirambah kepada negara.

Keanggotaan Pelaksana juga mencakup pejabat dari berbagai kementerian, seperti Direktur Jenderal Kehutanan, Direktur Jenderal Perkebunan, serta Deputi Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Satgas diberikan kewenangan untuk mengawasi dan menindak kegiatan ilegal, termasuk aktivitas pertambangan dan perkebunan yang melanggar aturan di kawasan hutan. Dalam kasus pelanggaran, pelaku dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda, hingga tindakan pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Untuk mendukung tugasnya, Satgas dapat melibatkan akademisi, masyarakat, dan pihak swasta. Presiden berharap adanya sinergi antar lembaga dapat memperkuat implementasi kebijakan ini.

Melalui pelaporan berkala kepada Presiden, Satgas diwajibkan memberikan evaluasi setiap enam bulan sekali untuk memastikan langkah-langkah yang diambil berjalan sesuai rencana.

Dengan langkah ini, pemerintah menegaskan bahwa penertiban kawasan hutan adalah bagian dari upaya besar untuk melindungi lingkungan, memberantas praktik ilegal, dan mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor kehutanan.

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) membentuk kelompok kerja (Pokja) Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Keanggotaan Pokja ini meliputi perwakilan dari 20 pejabat Kejaksaan Tinggi (Kejati) di Indonesia, termasuk dari Kejati Riau. 

Pembentukan Pokja Satgas Penertiban Kawasan Hutan ini sebagai tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Dalam beleid tersebut, Presiden Prabowo membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan. Satgas ini diisi oleh sejumlah instansi penegakan hukum, termasuk TNI, BPKP dan Kementerian Terkait. 

Pembentukan Pokja Satgas Penertiban Kawasan Hutan ini diketahui dari terbitnya surat yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah. Febri merupakan Ketua Pelaksana Satgas. 

Surat Jampidsus bernomor B-602/F/Fjp/02/2025 tertanggal 7 Februari 2025 tersebut ditujukan kepada 20 Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) se-Indonesia. Di antaranya Kajati Riau, Kajati Sumatera Utara, Kajati Aceh, Kajati Kalteng, Kajati Kalbar, Kajati Jambi, Kajati Kepulauan Riau, Kajati Maluku, Kajati Papua dan sejumlah Kajati lainnya. 

Sebelumnya pada 14 April 2023, Presiden Joko Widodo telah membentuk Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2023.

Satgas ini dipimpin oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Pengarah dan Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan, sebagai Ketua Pelaksana.

Namun, hingga masa tugas Satgas berakhir p30 September 2024, publik tidak mendapatkan laporan resmi mengenai jumlah PNBP yang diperoleh dari perkebunan sawit ilegal dalam kawasan hutan.

Sebelumnya, penerapan denda administratif diprediksi dapat menambah kas negara hingga Rp50 triliun–Rp100 triliun. Bahkan, Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo, pernah menyatakan, negara mengalami kebocoran sebesar Rp300 triliun akibat perkebunan kelapa sawit ilegal di dalam kawasan hutan.

Perbedaan Perpres 5/2025 dengan Kebijakan Sebelumnya

Dalam pemerintahan Presiden Prabowo, Satgas Penertiban Kawasan Hutan dibentuk kembali melalui Perpres Nomor 5 Tahun 2025. Peraturan ini memiliki beberapa perbedaan signifikan dibanding kebijakan era Presiden Jokowi:

Denda Administratif Tidak Menghapus Pertanggungjawaban Pidana jika sebelumnya UU Cipta Kerja lebih menekankan denda administratif sebagai ultimum remedium, kini Perpres 5/2025 menegaskan bahwa pelanggaran tetap dapat diproses secara pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 7, yang menyatakan:

“Penertiban kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Kejaksaan Agung sebagai Sentral Satgas Jika sebelumnya upaya penegakan hukum dalam UU Cipta Kerja lebih menitikberatkan pada sanksi administratif, kini pemerintah mengambil langkah lebih tegas dengan melibatkan Kejaksaan Agung sebagai sentral utama Satgas Penertiban Kawasan Hutan.

Hal ini diatur dalam Pasal 15 Perpres 5/2025, yang menyebut “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Satgas ditetapkan oleh Jaksa Agung,” kataya sebagaimana bunyi Perpres terbaru.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya memperkuat penegakan hukum serta meningkatkan pengawasan dan transparansi terhadap aktivitas ilegal dalam kawasan hutan.

melalui implementasi Perpres 5/2025 ini, akan dapat memberikan dampak nyata dalam perlindungan lingkungan serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor kehutanan.

Ini isi Lengkap Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan di Indonesia

BAB II

BENTUK PENERTIBAN KAWASAN HUTAN

Pasal 2

(1) Untuk penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara, Pemerintah Pusat melakukan tindakan pemerintah berupa penertiban Kawasan Hutan.

(2) Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan penguasaan Kawasan Hutan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3

Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan:

a. penagihan Denda Administratif;

b. Penguasaan Kembali Kawasan Hutan dan/atau

c. pemulihan aset di Kawasan Hutan.


BAB III

OBJEK PENERTIBAN KAWASAN HUTAN

Pasal 4

(1) Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di luar pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu di Kawasan Hutan Konservasi dan/atau Hutan Lindung yang:

a. telah memiliki Perizinan Berusaha namun belum memiliki perizinan di bidang kehutanan, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dilakukan Penguasaan Kembali;

b. tidak dilengkapi salah satu komponen Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dilakukan Penguasaan Kembali;

c. tidak memiliki Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif, sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilakukan Penguasaan Kembali; atau

d. memiliki Perizinan Berusaha namun diperoleh secara melawan hukum, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dikenakan sanksi berupa Denda Administratif serta dilakukan Penguasaan Kembali.

(2) Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di Kawasan Hutan Produksi yang:

a. memiliki Perizinan Berusaha namun tidak memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dapat dilakukan Penguasaan Kembali;

b. tidak dilengkapi salah satu komponen Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dapat dilakukan Penguasaan Kembali;

c. tidak memiliki Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif, sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilakukan Penguasaan Kembali; atau

d. memiliki Perizinan Berusaha namun diperoleh secara melawan hukum, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dikenakan sanksi berupa Denda Administratif serta dilakukan Penguasaan Kembali.


Pasal 5

Penertiban Kawasan Hutan berupa pemulihan aset di Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan melalui mekanisme pidana, perdata, dan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 6

Penanganan setelah dilakukannya penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 7

Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB IV

SATUAN TUGAS PENERTIBAN KAWASAN HUTAN


Pasal 8

(1) Untuk melaksanakan penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan atau yang disebut dengan nama lain yang ditetapkan oleh Ketua Pengarah yang selanjutnya disebut Satgas.

(2) Satgas memiliki tugas melaksanakan penertiban Kawasan Hutan melalui penagihan Denda Administratif, Penguasaan Kembali Kawasan Hutan, dan/atau pemulihan aset di Kawasan Hutan.

(3) Satgas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.


Pasal 9

Satgas terdiri atas:

a. Pengarah; dan

b. Pelaksana:


Pasal 10

(1) Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas:

a. Ketua: Menteri Pertahanan;

b. Wakil Ketua I: Jaksa Agung;

Wakil Ketua II: Panglima Tentara Nasional Indonesia:

Wakil Ketua III: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Wakil Ketua III: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c. Anggota Pengarah:

1. Menteri Kehutanan;

2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;

3. Menteri Pertanian;

4. Menteri Agraria dan Ruang/Kepala Pertanahan Nasional; Tata Badan

5. Menteri Keuangan;

6. Menteri Lingkungan Hidup; dan Hidup/Kepala Pengendalian Lingkungan Badan

7. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

(2) Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:

a. memberikan arahan strategis dalam pelaksanaan penertiban Kawasan Hutan; dan

b. melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan penertiban Kawasan Hutan.

Pasal 11

(1) Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas:

a. Ketua: Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung;

b. Wakil Ketua I:Kepala Staf Umum, Tentara Nasional Indonesia;

Wakil Ketua II: Kepala Badan Reserse Kriminal, Kepolisian Indonesia; Negara Republik.

Wakil Ketua III: Deputi Bidang Investigasi, Badan Pengawasan Pembangunan; Keuangan dan

c. Anggota :

1. Direktur Jenderal Strategi Pertahanan, Pertahanan; Kementerian

2. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kehutanan; Kementerian

3. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Kehutanan;

4. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Kehutanan; Kementerian

5. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Kementerian Kehutanan;

6. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

8. Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

9. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian;

10. Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan pertanahan Nasional;

11. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Nasional; Pertanahan

12. Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;

13. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan;

14. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;

15. Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup;

16. Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Agung;

17. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial; dan

18. Sekretaris Badan Intelijen Strategis, Tentara Nasional Indonesia.


(2) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:

a. melakukan inventarisasi hak negara atas pemanfaatan lahan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara;

b. melaksanakan langkah-langkah dan upaya terobosan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara;

c. melakukan upaya penegakan hukum yang efektif dan efisien bagi penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara;

d. meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan antar kementerian/lembaga;

e. melakukan koordinasi penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

f. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pengarah.


Pasal 12

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu.

(2) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendukung pelaksanaan tugas Satgas.


Pasal 13

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dibantu oleh sekretariat yang secara ex-officio berkedudukan di Kejaksaan Agung.

(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administrasi.


Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dapat membentuk kelompok kerja dan/atau kelompok ahli sesuai dengan kebutuhan.

(2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keanggotaannya terdiri dari unsur kementerian/lembaga.

(3) Kelompok ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan/atau unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan/atau bidang terkait lainnya.

(4) Kelompok kerja dan kelompok ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Satgas ditetapkan oleh Jaksa Agung.



Dilansir dari berbagai sumber 
















Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment